Guru Sang Tameng Pelajar Dalam Menghadapi Hoax

Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, maka seluruh manusia di dunia ini dengan cepat dan mudah untuk mengakses informasi. Selain itu, dengan adanya perkembangan teknologi jaringan internet yang semakin cepat dapat memudahkan manusia dalam mengakses informasi di seluruh dunia. Fakta yang ada pada saat ini, mulai usia anak-anak, remaja, dewasa sampai orang tua sudah tidak asing lagi dengan adanya handphone sebagai alat komunikasi. Handphone merupakan salah satu produk dari hasil perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang saat ini menjadi kebutuhan pokok. Mulai bangun tidur pada saat pagi hari sampai dengan tidur kembali pada malam hari handphone tidak terlepas dari genggaman tangan manusia. Karena handphone menjadi kebutuhan pokok, maka informasi dengan mudah bisa tersebar melalui alat komunikasi tersebut.
Namun pada saat ini, informasi yang tersebar melalui media komunikasi handphone tidak bisa dipertanggungjawabkan nilai kebenarannya. Informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan nilai kebenaranya sering kali disebut informasi hoax. Banyak manusia mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan orang tua menerima dan mengirim informasi hoax melalui handphone mereka masing-masing. Tidak mereka sadari terkadang mereka mendapatkan dan menyebarkan informasi dari chat, grub pada media sosial yang terdapat di dalam handphone. Menurut data yang terlangsir oleh CNN Indonesia pada hari kamis, 29 Desember 2016 yang lalu, Rudiantara, S.Stat.MBA. sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia saat ditemui setelah mengikuti rapat terbatas di Kantor Presiden mengatakan bahwa terdapat lebih dari 700-800 ribu situs penyebar informasi hoax. Jumlah situs penyebar hoax yang sangat signifikan tersebut dapat menyebabkan hal-hal negatif yang menyebabkan publik menjadi tertipu akan informasi yang tersebar. Selain itu, informasi hoax yang menyasar pada pencemaran nama produk-produk tertentu juga berimbas pada jumlah beli konsumen dan regulasi perusahaan itu sendiri. Sering juga situs-situs penyebar informasi hoax berimbas pada kekuatan persatuan dan kesatuan bangsa. Karena isi dari pada informasi hoax tersebut mengarah pada konten-konten berita yang mengandung unsur sentimen sara yang berujung pada provokasi terhadap salah satu dari agama, suku, ras dan budaya.
Lalu bagaiaman cara mengidentifikasi nilai kebenaran dari berita atau informasi yang kita dapatkan melalui media sosial yang terdapat di dalam handphone. Sehingga berita atau informasi yang diterima memang benar atau hoax belaka. Seperti yang terlansir pada halaman kompas.com, Minggu 8 Januari 2016, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax Septiaji Eko Nugroho menguraikan lima langkah sederhana yang bisa membantu dalam mengidentifikasi mana berita hoax dan mana berita asli. Berikut penjelasannya:
1.      Hati-hati dengan judul provokatif
Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu. Isinyapun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.
Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif, sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang.
2.      Cermati alamat situs
Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.
Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita. Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.
3.      Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya. Apakah dari institusi resmi seperti KPK atau Polri. Sebaiknya jangan cepat percaya apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat. Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber, pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh. Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
4.      Cek keaslian foto
Di era teknologi digital saat ini, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.
5.      Ikut serta grup diskusi anti-hoax
Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage dan Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci.
Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan tenaga banyak orang.
Berita atau informasi hoax bisa tersebar melalui jaringan komunikasi internet, sehingga jaringan internet di sini mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses menyebarnya berita atau informasi hoax. Melalui handphone yang dilengkapi dengan aplikasi media sosial yang lengkap dan terkoneksi oleh jaringan internet. Maka berita atau informasi hoax bisa masuk dan keluar di dalam handphone dengan cepat dan mudah. Menurut data statistik pengguna internet Indonesia di tahun 2016 yang dilangsir oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada tanggal 21 November 2016, menyatakan bahwa Jumlah pengguna Internet di Indonesia tahun 2016 adalah 132,7 juta user atau sekitar 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta. Pengguna internet terbanyak ada di pulau Jawa dengan total pengguna 86.339.350 user atau sekitar 65% dari total penggunan Internet. Berdasarkan usia pengguna internet terbanyak pada golongan usia 35-44 tahun sebesar 29,2 %, dilanjutkan usia 25-34 tahun sebesar 24,4 % dan usia 10-24 sebesar 18,4%.
Berdasarkan data di atas, disimpulkan bahwa pengguna internet paling banyak pada kisaran usia 35-44 tahun, dilanjutkan usia 25-34 dan usia 10-24. Artinya bahwa berita atau informasi hoax membidik korban pada usia-usia tersebut, dikarenakan mereka sebagai pengguna jaringan internet dan dengan jaringan internet berita atau informasi hoax mudah tersebar. Lalu bagaimana cara mengedukasi mereka sehingga bisa menilai berita atau informasi yang diterima memang benar atau hoax belaka. Apabila ditelaah lebih lanjut, ternyata pengguna jaringan internet merupakan anak-anak dan remaja yang tergolong di dalam golongan siswa atau pelajar serta dewasa dan orang tua yang sudah berkeluarga.
Untuk anak-anak atau remaja yang tergolong di dalam golongan siswa atau pelajar cara yang tepat untuk mengedukasi agar anak-anak atau remaja dapat membedakan berita atau informasi yang yang diterima memang benar atau hoax belaka perlu adanya peran guru di sekolah untuk mengarahkan siswa-siswanya. Guru yang merupakan orang tua di sekolah sangat mempunyai peranan penting bagi siswa dalam memerangi atau membentengi diri dari berita hoax. Sehingga guru dapat disebut sebagai tameng menghadapi berita atau informasi hoax bagi siswa-siswanya.
Menurut berita yang dilangsir oleh kompasiana.com menyatakan bahwa di bidang pendidikan, penyebaran berita hoax sangat memperihatinkan. Sebab di era literasi digital, banyak guru memberi tugas pada peserta didiknya dengan menggunakan sumber internet. Guru-guru bidang ilmu sosial misalnya, seringkali memberi tugas mencari permasalahan sosial untuk didiskusikan di dalam kelas. Dapat dibayangkan betapa bahayanya generasi penerus bangsa yang sedang belajar justru mendapatkan berita dan ilmu hoax. Tidak hanya itu saja, berita hoax juga membuat peserta didik kerap kali kebingungan dalam menentukan kebenaran materi yang sedang dipelajari. Sehingga diperlukan penanganan serius terhadap penyebaran berita hoax dari seluruh warga sekolah, terutama peran guru yang bergerak di bidang keilmiahan di sekolah.
Guru selama di sekolah dapat memberikan pendidikan moral dan karakter terkait bagaimana cara menggunakan handphone dengan baik dan benar terhadap siswa-siswanya. Guru dapat memberitahukan situs-situs resmi dan kredibel yang dapat dijadikan sumber materi pembelajaran kepada siswa-siswanya. Supaya materi pembelajaran yang didapatkan melalui internet memang merupakan materi yang benar bukan hoax semata. Sehingga siswa merasa yakin dan percaya diri ketika proses belajar, karena sudah tidak meragukan lagi nilai kebenaran dari materi yang didapatkan melalui internet tersebut.
Selain itu, Guru juga dapat memantau perkembangan siswa-siswanya di sekolah dalam menggunakan handphone sebagai media komunikasi. Apabila siswa salah atau tidak tepat dalam menggunakan handphone maka guru juga bisa memberikan peringatan, nasihat dan arahan pada siswa-siswanya. Namun hal tersebut juga tidak terlepas peran serta orang tua di rumah untuk selalu memantau perkembangan penggunaan handphone anak-anaknya.
Orang tua juga mempunyai peranan dan adil yang cukup besar untuk memberikan pendidikan pada anak-anaknya serta anggota keluarganya sendiri. Terkadang orang tua juga perlu diingatkan atau dibantu oleh anak-anaknya dalam menggunakan handphone media komunikasi. Begitu juga sebaliknya, jika anak yang salah dalam menggunakan handphone maka orang tualah yang harus memberikan nasihat dan arahan pada anak-anaknya. Jadi sangat penting adanya kerjasama, koordinasi, komunikasi antara orang tua dan anak-anaknya dalam memantau perkembangan penggunaan handphone sebagai media komunikasi.
Jadi peran guru di sekolah dan orang tua di rumah sangatlah dibutuhkan untuk membentengi atau melindungi diri anak-anak dari berita atau informasi hoax. Komunikasi, koordinasi dan kerjasama antara pihak guru dan orang tua sangatlah diperlukan untuk mengetahui perkembangan anak dalam menggunakan handphone sebagai media komunikasi. Pengawasan dan pengontrolan dari guru dan orang tua kepada anak setiap saat perlu dilakukan. Sehingga adanya keseimbangan antara lingkungan di sekolah dan lingkungan di rumah.
#antihoax #marimas #pgrijateng

Daftar Pustaka :
Bintang Pratama, Aulia. 2016. Ada 800 Ribu Situs Penyebar Hoax di Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20161229170130-185-182956/ada-800-ribu-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/. CNN Indonesia (Di akses pada Tanggal 31 Oktober 2017).

Yusuf, Oik. 2017. Begini Cara Mengidentifikasi Berita "Hoax" di Internet. http://tekno.kompas.com/read/2017/01/09/12430037/begini.cara.mengidentifikasi.berita.hoax.di.internet. KOMPAS.com. (Di akses pada Tanggal 31 Oktober 2017).

Isparmo. 2016. Data Statistik Pengguna Internet Indonesia Tahun 2016. http://isparmo.web.id/2016/11/21/data-statistik-pengguna-internet-indonesia-2016/. Internet Marketing dan SEO. (Di akses pada Tanggal 31 Oktober 2017).

Fitri, Malida. 2017. "Code", Solusi Cerdas Ekstrakurikuler Mading dalam Memberantas Berita Hoax. https://www.kompasiana.com/malidafitri/59f215238dc3fa61b2169c33/jurus-code-solusi-cerdas-ekstrakurikuler-majalah-dinding-dalam-memberantas-berita-hoax-di-smk-negeri-1-dukuhturi. KOMPAS.com. (Di akses pada Tanggal 31 Oktober 2017).

Komentar

Postingan Populer